03 Februari 2008

INTISARI PENELITIAN RESOLUSI KONFLIK LOKAL

Penelitian ini difokuskan pada upaya untuk memperoleh wawasan tentang bagaimana praktek-praktek tradisional dapat menawarkan jalan alternatif untuk mengakhiri konflik. Teori etnokonflik yang beragam secara kultural berasal dari pandangan tentang konflik yang berlandaskan akal sehat dan dikonstruksikan secara lokal, sedangkan etnopraxis adalah kebiasaan atau teknik untuk berhubungan dengan konflik yang berasal dari pandangan etnokonflik dan perlu dikembangkan serta dipadukan ke dalam konstruksi dari pendekatan penyelesaian konflik umum. Dari pandangan ini kemudian diletakkan setawar sedingin, dan biografi konflik nelayan sebagai obyek studi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan bersifat analisis deskriptif kualitatif. Pada tahap awal digunakan model analisis dan pemetaan konflik dari Kent, dengan melihat setting, isu, kelompok-kelompok yang bertikai, dinamika dan alternatif penyelesaian konflik. Melalui pendekatan ini diperoleh kesimpulan bahwa; pertama, konflik nelayan terjadi karena ketidakseimbangan faktor pendorong dan penekan situasi konflik seperti perubahan-perubahan penting dalam komposisi penduduk berdasarkan etnis, perkembangan sosial ekonomi, perubahan politik, lemahnya penegakan supermasi hukum, dan modernisasi budaya. Isu yang paling dominan adalah trawl dan kesenjangan ekonomi, sedangkan yang paling potensial mempercepat konflik terbuka adalah isu etnisitas.
Kedua, konflik nelayan di Kota Bengkulu dengan menggunakan terminologi nelayan maju dan nelayan tradisional, ternyata aktornya adalah sesama nelayan maju tetapi berbeda kelompok. Kenyataan ini didasarkan pada logika isu yang dikembangkan untuk membentuk kelompok-kelompok konfliktual. Ketiga, perbedaan artikulasi kepentingan telah menciptakan hubungan konfliktual segitiga antara nelayan tradisional, nelayan maju, dan pemerintah. Dari hubungan-hubungan yang terbentuk ini, diketahui bahwa, konflik laten dapat bertahan dalam waktu lama karena pilihan resolusi konflik elit pemerintahan lokal gagal mengeliminasi konflik, tetapi berhasil mentransformasi konflik manifest menjadi laten.
Keempat, penyebab kegagalan penyelesaian konflik sebelum digunakannya setawar sedingin adalah lemahnya dukungan dan legitimasi kelembagaan pihak ketiga yang memprakarsai konsiliasi, rekonsiliasi, ataupun mediasi antar fihak-fihak yang berkonflik. Selain itu, tingkat partisipasi dan konsistensi fihak-fihak yang berkonflik untuk melaksanakan konsensus yang telah dicapai sangat rendah sebagai dampak dari lemahnya institusi konsiliasi yang digunakan.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa, setawar sedingin adalah model resolusi konflik yang memiliki mekanisme kerja hampir sama dengan konsiliasi yang umum dikenal dalam literatur konflik. Perbedaannya, Ia banyak menggunakan simbol-simbol lokal, dan memiliki tingkat kepercayaan publik yang kuat dan luas akibat ikatan emosi kultural. Peran setawar sedingin pada konteks konflik ini adalah usaha untuk mengatasi kontradiksi struktural, relasional dan kultural yang terletak pada akar konflik, sehingga ketidakharmonisan lintas budaya seperti peran interpretasi, motivasi dan prilaku yang berbeda yang dibentuk secara kultural justru dapat secara signifikan memperkuatnya setelah dibuat penyesuaian yang cocok, agar dapat menopang proses menciptakan dan menjaga perdamaian.
Kata kunci: Setawar sedingin, resolusi konflik, etnisitas,

Tidak ada komentar:

Selamat Datang

"Berbahagia menyambut kedatangan anda di blog ini. Semoga ada manfaat yang anda bawa dan sekaligus meninggalkan manfaat untuk kesuksesan bersama".
Birunya laut seakan mewakili suasana lagit tempat muara pikir dan dzikir bertabur. Saya menunggu karya-karya anda yang melampaui gagasan dan batas-batas imajiner langit.